Pemerintah Taliban Meminta Stasiun Televisi Setop Menayangan Acara yang Melibatkan Artis Perempuan

Kabul - Pemerintah Taliban di Afghanistan pada Minggu menerbitkan "pedoman agama" baru yang meminta saluran televisi di negara itu berhenti menayangkan dramatization atau sinetron yang melibatkan artis perempuan.

Dalam arahan pertama terhadap media Afghanistan yang diterbitkan Kementerian Amar Maruf Nahi Munkar itu, Taliban juga meminta jurnalis perempuan memakai jilbab saat melaporkan liputan mereka.

Dan kementerian tersebut juga meminta stasiun televisi tidak menayangkan film atau acara yang menampilkan sosok Nabi Muhammad atau tokoh yang dihormati lainnya. Selain itu, kementerian ini juga melarang film atau program yang tidak sesuai nilai-nilai Islam dan budaya Afghanistan.

"Ini bukan aturan tapi petunjuk agama," jelas juru bicara kementerian tersebut, Hakif Mohajir kepada AFP.

Arahan baru itu disebarkan secara meluas pada Minggu malam di jaringan media sosial.

Kendati berjanji akan memerintah dengan lebih moderat saat ini, Taliban telah memperkenalkan sejumlah aturan untuk perempuan seperti pakaian yang bisa dipakai saat kuliah, termasuk memukul dan melecehkan jurnalis walaupun telah berjanji untuk menjunjung kebebasan pers.

Dikutip dari Al Arabiya, Senin (22/11), pedoman Taliban untuk saluran televisi ini dikeluarkan setelah dua dekade pertumbuhan besar media Afghanistan independen di bawah pemerintahan yang didukung Barat yang berkuasa di negara itu sampai 15 Agustus 2021, ketika Taliban mengambil alih kekuasaan.

Puluhan stasiun televisi dan radio berdiri atas bantuan Barat dan investasi swasta segera setelah Taliban dilengserkan dari kekuasaan pada 2001.

Selama 20 tahun terakhir, saluran-saluran televisi Afghanistan menayangkan acara-acara dengan beragam jangkauan mulai dari kompetisi menyanyi seperti American Idolizer, sampai acara pemutaran video musik, dan juga sinetron Turki dan India.

Ketika Taliban berkuasa sebelumnya dari 1996-2001, mereka melarang televisi, film, dan berbagai bentuk acara hiburan, yang disebut tidak bermoral.

Orang yang kedapatan menonton televisi menghadapi hukuman, termasuk televisi mereka dihancurkan. Warga yang ketahuan memiliki CD atau DVD bisa dihukum cambuk.

Waktu itu, hanya ada satu radio, Suara Syariah, yang menyiarkan publicity dan acara-acara Islami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekerasan Masih Terjadi di Myanmar, Dilaporkan ada Sedikitnya 8 orang Meninggal Akibat Kekerasan terhadap Demonstran

Sebuah Jembatan Bernama Ngantru di Ngawi Patah, Jalur yang Menghubungkan Bojonegoro-Ngawi Terputus Total

Satgas Covid-19 Masih Terus Investigasi Sumber Penularan Kasus Omicron Pertama di Tanah Air